SEJARAH KERAJAAN MAKASSAR
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16
terdapat banyak kerajaan,
tetapi yang terkenal adalah Gowa, Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah
dari Datuk ri Bandang dan
Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya
Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu
lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makassar, agama Islam disebarkan ke berbagai daerah,
bahkan sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang
ramai karena letaknya di tengah- tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Malaka. Pertumbuhan Makassar makin
cepat setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), sedangkan Maluku dikuasai oleh Portugis dan
Belanda. Banyak pedagang
dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para pedagang Makassar
membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar sendiri ke Maluku yang ditukarkan dengan rempah-rempah. Rempah-rempah itu lalu
dijual ke Malaka dan pulangnya membawa dagangan, seperti kain dari India, sutra dan tembikar
dari Cina, serta berlian dari Banjar.
Pada Bidang Politik, Kerajaan Makassar mula-mula
diperintah oleh Sultan Alaudin (1591–1639). Raja berikutnya adalah
Muhammad Said (1639–1653)
dan dilanjutkan oleh putranya, Hasanuddin (1654–1660). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah
kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan,
termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan Sombaopu cukup ramai dan banyak
menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang. Utusan itu diterima dengan baik dan VOC sering datang ke Makassar untuk berdagang. Setelah sering
datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan Hasanuddin
untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah- rempah). Belanda juga
menganjurkan agar Makassar tidak menjual beras kepada Portugis. Namun, semua permintaan VOC itu ditolak.
Antara Makassar dan VOC sering terjadi
konflik karena persaingan dagang. Permusuhan Makassar dan VOC diawali dengan terjadinya insiden penipuan pada tahun 1616. Pada
saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah
perkelahian seru yang
menimbulkan banyak korban di pihak Makassar. Sejak saat itu, orang-orang Makassar
membenci VOC. Suatu ketika orang-orang Makassar membunuh awak kapal yang
mendarat di Sombaopu. Orang-orang VOC pun juga sering menyerang perahu Makassar yang berdagang ke Maluku. Keadaan meruncing sehingga
pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan
dalam menundukkan Makassar. Oleh karena itu,
VOC memperalat Aru Palaka (Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan
pada saat yang bersamaan Makassar sedang bermusuhan dengan Bone.
Pada Bidang Sosial Budaya dan Ekonomi, Kerajaan Makassar
berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaopu (Makassar) banyak didatangi
kapal-kapal dagang sehingga menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai.
Raja-raja Makassar setelah masuknya Islam
bergelar sultan. Dalam menjalankan pemerintahannya sultan dibantu oleh suatu dewan yang disebut Kasuwiyang Salapanga (Majelis Sembilan) atau Bate Salapanga. Sebagai pembantu sultan
yang menjalankan undang-undang pemerintahan, dewan diawasi oleh seorang
pemimpin yang disebut paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi di
bawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailalang matoa
dan tumailalang malolo. Tumailalang Matowa bertugas sebagai pegawai tinggi yang
menyampaikan perintah sultan
kepada Bate Salapanga. Tumailalang malolo adalah pegawai tinggi urusan istana.
Panglima tertinggi (laksamana) disebut anrong guru lompona tumakjannangang.
Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas mengurus perdagangan dan hubungan luar
negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib,
dan bilal.
Makassar sebagai kerajaan maritim hanya
sedikit meninggalkan hasil
kebudayaan. Peninggalan kebudayaan Makassar yang menonjol adalah perahu
layarnya yang disebut pinisi dan lambo.
No comments:
Post a Comment