TENTANG HIV AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi (atau:
sindrom) yang timbul karena rusaknya
sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV;
[1] atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (
SIV,
FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau
disingkat
HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena
virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena
tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara
lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti
darah,
air mani,
cairan
vagina,
cairan preseminal, dan
air susu
ibu.
[2][3] Penularan
dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal,
anal,
ataupun
oral),
transfusi
darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu
dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari
Afrika
Sub-Sahara.
[4] Kini
AIDS telah menjadi
wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta
orang di seluruh dunia.
[5] Pada
Januari 2006,
UNAIDS bekerja sama
dengan
WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada
tanggal
5
Juni 1981. Dengan
demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam
sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta
jiwa pada tahun
2005 saja,
dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.
[5] Sepertiga
dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana.
Perawatan
antiretrovirus sesungguhnya dapat
mengurangi tingkat
kematian dan
parahnya infeksi
HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
[6]
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya
lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya.
Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas
kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup
dengan HIV/AIDS (ODHA).
Gejala-gejala utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada
orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh
bakteri,
virus,
fungi dan
parasit, yang
biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada
penderita AIDS.
[7] HIV
memengaruhi hampir semua
organ
tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti
sarkoma
Kaposi,
kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan
yang disebut
limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik;
seperti
demam,
berkeringat (terutama
pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta
penurunan berat badan.
[8][9] Infeksi
oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat
kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Penyakit paru-paru utama
Penyebab penyakit ini adalah
fungi Pneumocystis
jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan
tindakan
pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini
umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini
masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites,
walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah
CD4 kurang
dari 200 per µL.
[11]
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara
infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang
yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan
mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV,
serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC
terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.
Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai
penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis
ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik
(konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi
HIV sering menyerang
sumsum tulang,
tulang, saluran
kemih dan
saluran pencernaan,
hati, kelenjar getah
bening (
nodus
limfa regional), dan
sistem
syaraf pusat.
[12] Dengan
demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya
penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit saluran pencernaan utama
Pada beberapa kasus,
diare terjadi
sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau
efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu,
diare dapat juga merupakan efek samping dari
antibiotik yang
digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada
Clostridium difficile). Pada stadium akhir
infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara
saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta
mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan
dengan HIV.
[14]
Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku
karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh
infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat
langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan
oleh
parasit bersel-satu,
yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan
menyebabkan radang otak akut (toksoplasma
ensefalitis),
namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada
mata dan
paru-paru.
[15] Meningitis
kriptokokal adalah infeksi
meninges (membran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh jamur
Cryptococcus neoformans.
Hal ini dapat menyebabkan demam,
sakit
kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami
sawandan
kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal
progresif adalah penyakit
demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan
selubung syaraf (
mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (
akson), sehingga
merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh
virus JC,
yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan
menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana
yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan
menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu
sebulan setelah diagnosis.
[16]
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan
mental (
demensia)
yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (
ensefalopati metabolik)
yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan
imun oleh
makrofag dan
mikroglia pada
otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan
neurotoksin.
[17] Kerusakan
syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku,
dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini
berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya
muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di
negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,
[18] namun
di
India hanya
terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.
[19][20] Perbedaan
ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di
India.
Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang
pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun
1981adalah
salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari
subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu
virus herpes manusia-8 yang juga
disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit
dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama
mulut, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (
limfoma sel B) adalah
kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah
bening, misalnya seperti
limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau
sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL),
dan
limfoma sistem syaraf pusat primer,
lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali
merupakan perkiraan kondisi (
prognosis) yang buruk. Pada
beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar
disebabkan oleh
virus Epstein-Barr atau virus herpes
Sarkoma Kaposi.
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan
gejala tidak spesifik, terutama
demam
ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi
Mycobacterium avium-intracellulare dan
virus
sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus
besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada
retina mata (
retinitis sitomegalovirus), yang dapat
menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur
Penicillium marneffei, atau disebut
Penisiliosis,
kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis
dan
kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah
endemik
Asia Tenggara.
[24]
Penyebab

Untuk detail lebih lanjut
tentang topik ini, lihat
HIV.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai
bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan
limfosit setelah
menyerang sel tersebut; dilihat dengan
mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat
infeksi HIV.
HIV adalah
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital
sistem kekebalan manusia, seperti
sel T
CD4+ (sejenis
sel T),
makrofaga, dan
sel
dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi
baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+hingga jumlahnya menyusut hingga kurang
dari 200 per
mikroliter (µL)
darah, maka kekebalan
di
tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut
AIDS. Infeksi
akut HIV
akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV
awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di
dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa
terapi antiretrovirus,
rata-rata lamanya
perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan
rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.
[25] Namun
demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi,
yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya,
diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi
kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.
[26][27] Orang
tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda,
sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat.
Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya
infeksi lainnya seperti
tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan
penyakit ini.
[25][28][29] Warisan genetik orang
yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami
terhadap beberapa varian HIV.
[30] HIV
memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan
menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.
[31][32][33] Terapi
antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada
kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan
rektum, alat kelamin, atau
membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks
oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks
oral reseptif maupun insertif.
[34] Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
[35]
Kontaminasi patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan
dengan pemakaian narkoba.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna
obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien
transfusi
darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali
jarum
suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme
biologis penyebab penyakit (
patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi
HIV, tetapi juga
hepatitis B dan
hepatitis C.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi
baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di
Amerika
Utara,
Republik Rakyat Cina, dan
Eropa Timur.
Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150.
Post-exposure prophylaxis dengan
obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.
[40] Pekerja
fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi
pada orang yang memberi dan menerima
rajah dan
tindik
tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak
dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya
dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi
HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas
kesehatan yang tidak aman.
[41] Oleh
sebab itu,
Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
[42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat
kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut
WHO, mayoritas populasi
dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10%
infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
[43]
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (
in utero)
selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu
memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara
bedah
caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.
[44]Sejumlah
faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya).
Menyusui meningkatkan
risiko penularan sebesar 4%.
[45]
Diagnosis
Sistem tahapan infeksi WHO
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada
rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi
tiap orang. jumlah
limfosit T CD4+ (sel/mm³) jumlah
RNA HIV per mL plasma
Pada tahun 1990,
World Health Organization (WHO)
mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan
untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
[46] Sistem
ini diperbarui pada bulan
September tahun
2005. Kebanyakan
kondisi ini adalah
infeksi oportunistik yang dengan mudah
ditangani pada orang sehat.
Stadium I: infeksi HIV
asimtomatik dan
tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium III: termasuk
diare kronik yang
tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan
tuberkulosis.
Tes HIV
Tes HIV umum, termasuk
imunoasai enzim HIV dan
pengujian
Western blot, dilakukan untuk mendeteksi
antibodi HIV
pada
serum,
plasma,
cairan mulut, darah kering, atau
urin pasien. Namun
demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi
yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah
sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui
serokonversi dan
hasil positif tes.
Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV
lainnya, HIV-
RNA, dan
HIV-
DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum
dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus
untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di
negara-negara maju.
Pencegahan
Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan [52]
|
Rute paparan
|
Perkiraan infeksi per 10.000 paparan dengan sumber yang
terinfeksi
|
Transfusi darah
|
|
Persalinan
|
|
Penggunaan jarum suntik bersama-sama
|
|
Hubungan seks anal reseptif*
|
|
Jarum pada kulit
|
|
Hubungan seksual reseptif*
|
|
Hubungan seks anal insertif*
|
|
Hubungan seksual insertif*
|
|
Seks oral reseptif*
|
|
Seks oral insertif*
|
|
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki
|
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh
ialah melalui
hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan
cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke
janin atau bayi
selama periode sekitar kelahiran (periode
perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada
air liur,
air mata dan
urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
[59]
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari
hubungan
seksual tanpa
pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV.
Hubungan
heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di
dunia.
[60] Selama
hubungan seksual, hanya
kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan
hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang,
walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam
setiap kesempatan.
[61] Kondom
laki-laki berbahan
lateks, jika digunakan dengan benar tanpa
pelumas berbahan
dasar
minyak,
adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi
transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak
produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti
vaselin,
mentega, dan
lemak babi tidak
digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan
lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar
air. Pelumas berbahan
dasar minyak digunakan dengan kondom
poliuretan.
[62]
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom
laki-laki dan terbuat dari
poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung
terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam
vagina. Kondom
wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina —
untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah
bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau
untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan
tersedianya
kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung
secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung
sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
[63]
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi
menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV
terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.
[64] Strategi
pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian
atas perilaku dan
epidemiologis di
Eropa dan
Amerika
Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS,
sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV.
[65] Namun
demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV
oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan
uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa
sunat laki-laki
menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual
Afrika sampai
sekitar 50%.
Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara
yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan
sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada
laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga
mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
[66]
“
|
Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
|
”
|
Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun
1985-
2003.
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal,
seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna
narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok,
air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang
baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan
jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan
program penukaran jarum. Di sejumlah negara
maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau
tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum
dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu
resep dokter.
Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah
caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu
ke anak (mother-to-child transmission, MTCT).
[69] Jika
pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah,
terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan
pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.
[5] Pada
tahun
2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui
penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.
[70] Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal
di Afrika Sub Sahara.
[5]
Penanganan
Abacavir –Nucleoside analog reverse transcriptase
inhibitor (NARTI atau NRTI)
Struktur kimia Abacavir
Sampai saat ini tidak ada
vaksin atau
obat untuk
HIV atau
AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada
penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus
secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut
post-exposure prophylaxis (PEP).
[40] PEP
memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga
memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti
diare, tidak enak
badan, mual, dan lelah.
[71]
Terapi antivirus
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia
(banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak
menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat
yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah
perawatan dihentikan.
[75][76] Lagi
pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan
infeksi HIV dengan menggunakan HAART.
[77] Meskipun
demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan
umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas
tingkat kesakitan (
morbiditas) dan tingkat kematian (
mortalitas)
karena HIV.
[78][79][80] Tanpa
perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan
rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu
bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan.
[25] Penerapan
HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun.
[81][82] Bagi
beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen,
perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek
samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus
sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat.
Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus
adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART.
[83] Terdapat
bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan
HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas
fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta
penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam
kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang
harus dijalankan secara rutin .
[84][85][86] Berbagai
efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan
HAART, antara lain
lipodistrofi,
dislipidaemia,
penolakan
insulin, peningkatan risiko
sistem kardiovaskular, dan
kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkan.
[87][88]
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu
terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan
untuk HIV dan AIDS tersebut.
[89]
Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk
menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit.
[91] Akupunktur telah
digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral
neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan
infeksi HIV.
[92] Tes-tes
uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat
bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan
penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif
yang serius.
[93]
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen
multivitamin dan
mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa,
meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas)
akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik.
[94] Suplemen
vitamin A pada
anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat.
[94] Pemakaian
selenium dengan
dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya
peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping
terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.
[95]
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan
alteratif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas
penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap
AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut
sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.
[96]
Epidemiologi
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir
tahun
2005.
██ 15–50%██ 5–15%██ 1–5%
|
██ 0.5–1.0%██ 0.1–0.5%
|
██ <0.1%██ tidak ada data
|
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun
1981, membuat AIDS
sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru
saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun
2005 dan
lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.
[5] Secara
global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.
[5] Pada
tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3
juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah
terbesar sejak tahun
1981.
[5]
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah
terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini
hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak
yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang
hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari
semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun
2005, terdapat 12.0
juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.
[5] Asia
Selatan dan
Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang
terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS.
Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di
Asia muncul di
India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4
juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar
5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini
dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.
[100] Di
35 negara di
Afrika dengan
perataan terbesar,
harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5
tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.
[101]
Sejarah
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah
HIV-1 dan
HIV-2. HIV-1 lebih
mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di
Afrika Barat.
[103] Baik
HIV-1 dan HIV-2 berasal dari
primata. Asal HIV-1 berasal dari
simpanse Pan
troglodytes troglodytesyang ditemukan di
Kamerun selatan.
[104] HIV-2
berasal dari
Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari
Guinea
Bissau,
Gabon,
dan
Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh
manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau
pemotongan daging.
[105] Teori
yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama
hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik
AIDS dimulai pada akhir tahun
1950-an di
Kongo
Belgia sebagai akibat dari penelitian
Hilary
Koprowski terhadap
vaksin polio.
[106][107] Namun
demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak
didukung oleh bukti-bukti yang ada.
[108][109][110]
Sosial dan budaya
Stigma
Ryan White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan
dari sekolah dengan alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai
belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain
tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi,
dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba
HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan
kerahasiaannya; dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi
HIV.
[111] Kekerasan
atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes
HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh
perawatan; sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan
menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.
[112]
Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan
keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan
menular.
[113]
Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk
mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang
dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
[113]
Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang
yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
[114]
Di banyak
negara maju,
terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas,
yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya
sikap-sikap anti homoseksual.
[115] Demikian
pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual
antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum
terinfeksi.
[113]
Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika
Selatan Uganda
Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga
yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas.
Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan
investasisumberdaya
manusia (human capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan
meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang
dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik
seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan
AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan
bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan
(untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta
perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika
peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya
tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani
para anak yatim piatu tersebut.
[116]
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya
pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga.
Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga
efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan
penguburan. Penelitian di
Pantai
Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS
mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk
pengeluaran rumah tangga lainnya.
[117]